Pengertian Psikologi
Industri
Pada
pembahasan sub-bub di atas diketahui bahwa Psikokgi industri adalah suatu
bidang ilmu terapan dan psikologi yang menerapkan hasil-hasil temuan dan
fakta-fakta psikologi serta sub-disiplinnya dalam konteks industri, hal ini
dapat juga dinyatakan bahwa Psikologi Industri adalah studi tentang perilaku
manusia dalam aspek-aspek kehidupan yang berhubungan dengan industri; dan
mencakup aplikasi dari pengetahuan tentang tingkah laku manusia pada pemecahan
masalah-masalah manusia dalam konteks industri.
Psikologi
Industri berfokus pada studi tentang perilaku manusia pada lingkungan kerja
atau industri. Industri dalam konteks ini mengandung pengertian yang luas,
yaitu mencakup industri primer dan sekunder sebagai tempat terjadinya proses
tranformasi dan material menjadi produk, serta industri juga pengertiannya sesuai
kebutuhan konsumen. Terdapat dua jenis keterlibatan manusia pada inbdustri,
yaitu (1) manusia sebagai produsen (manajerial maupun operator) untuk
menghasilkan produk atau jasa, dan (2) manusia sebagai konsumen atau pengguna
jasa industri. Berkaitan denqan peran manusia dan teknologi dalam memenuhi
kebutuhan industri, terdapat dua karakteristik yang mencirikan permasalahan
suatu industri, yaitu:
a)
Industri
menggunakan teknologi, sebagai alat proses produksi khususnya untuk melaksanakan
tugas-tugas yang terstruktur.
b)
Industni
membutuhkan tenaga kenja yang memiliki kemampuan (intelektual dan keterampilan),
kemauan (moral dan mental), serta memiliki jejaring yang baik. Tenaga kerja ini
berperan untuk menyelesaikon tugas-tugas yang tidak terstruktur, khususnya
sebagai perencana-pengorganisasi - pemimpin-pengendali produksi.
Jadi pada prinsipnya
psikologi industri memperhatikan peran manusia yang dominan seperti di atas,
maka upaya-upaya untuk meminimasi permasalahan manusia di tempat kerja
(industri) merupakan suatu langkah yang sangat strategis. Mc Cormick dan Tiffin
mengemukakan tiga premis yang melotarbelakangi pentingnya Psikologi Industri
dalam mendorong tercapainya keadilan aritara kebutuhan produsen dan tuntutan
konsumen, yaitu:
a)
Industri
harus mampu menghasilkan produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan manusia
pada umumnya, dengan memperhatikan kesejahteraan phisik serta nilai-nilai yang
ada pada manusia pada khususnya.
b)
Untuk
menghasilkan produk atau Jasa sesuai dengan kebutuhan konsumen tersebut, dapat
diperoleh bersamaan dengan tercapainya proses produksi yang melibatkan manusia bekerja
secara efektif. Disatu pihak kepuasan, keselamatan dan kenyamanan konsumen
sangat menjadi premi unggulan dilain pihak kepuasan orang-orang yang melakukan
proses produksi juga harus diperhatikan.
c)
Untuk
mencapai proses produksi yang memenuhi tujuan tersebut, harus tetap
memperlakukan manusia kerja sebagai manusia, khususnya perlakuan untuk
memelihara niIai-nilai kemanusian untuk meningkatkan kesehatan, keselamatan,
kepuasan kerja dan para pekerjanya.
Dan ketiga premis tersebut,
tersirat jelas tentang peran sentralnya manusia dalam organisasi, sehingga kita
perlu menemukan upaya-upaya untuk meminimasi permasalahan kerja yang berkaitan dengan
manusia. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan suatu industri adalah
memaksimumkan harapan produsen maupun konsumen secara adil. OIeh karena itu,
selain membahas perilaku manusia produsen, sebenarnya Psikologi Industri juga
membahas perilaku manusia konsumen.
Sejarah Pekembangan
Psikologi Industri
Perkembangan
teknologi yang sangat cepat telah merubah setting kondisi dan organisasi kerja
manusia. Peran dan tugas manusia di dalam kerja, khususnya tugas-tuqas yang
terstruktur, sedikit demi sedikit diganti oleh peralatan, kemudian oleh
mekanisasi, dan paling terakhir oleh karena berkembangnya otomatisasi. Makin
berkurangnya peran manusia di dalam kerja karena diganti oleh teknologi, selain
telah menimbulkan manfaat bagi manusia (misalnya berkurangnya tenaga kerja,
perbaikan kondisi kerja, dan makin meningkatnya upah kerja), juga tentu
menimbulkan konsekwensi biaya (misalnya biaya rutinisasi kerja, perasaan
ketidak berartian manusia di tempat kerja, perasaan “hilang” dalam organisasi
besar, konflik manajemen-organisasi, dan pemutusan hubungan kerja akibat perkembangan
teknologi. Pada awalnya, Psikologi Industri
banyak membahas masalah-masalah pemilihan personel, kemudian berkembang dalam
bidang-bidang ikaan dan penjualan, kecelakaan, dan proses penilaian karyawan.
Perkembangan
selanjutnya - antara l900an sampai 1940an, dimana Psikologi Industri banyak
berperan dalam seleksi dan penempatan personel. Sedangkan pada tahun 1950an
banyak membahas tentang aspek-aspek hubungan manusia dalam manajemen personel,
khususnya tentang interaksi kelompok, supervisi dan proses kepemimpinan, komunikasi
dan kepuasan kerja. Perkembangan di bidang hubungan manusia menyebabkan
meningkatnya perhatian pelatihan supervisi dan manajemen personel yang dikemas
dalam program pengembangan manajemen. Lebih jauh, perkembangan aspek sosial
manusia dalam bekerja, menyebabkan berkembangnya konsep psikologi organisasi; yang
fokus pada motivasi manusia dan upaya-upaya untuk memahami pengaruh rancangan
organisasi pada motivasi, kepuasan kerja dan efektifitas kerja. Kemudian,
sejalan dengan perkembangan ini menyebabkan makin tumbuhnya perhatian pada gaya
kepeminpinan, filosofi, kebijakan dan strukfur organisasi, sistem insentif,
serta konsep-konsep lain yang ferkait dengan kepuasan manusia dan efektifitas
organisasi.
Secara
paralel dengan perkembangan pada bidang-bidang ilmu di atas, juga berkembang
bidang-bidang ilmu ergonomi yang tujuannya untuk merancang peralatan-peralatan phisik
dan fasilitas- fasilifas kerja, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan
manusia dalam bekerja.
Pada
tahun-tahun berikutnya, fokus studi Psikologi Industri adalah menemukan
hubungan spesifik antara variabel yang dependen (misalnya perbedaan individual,
rancangan peralatan, dan kondisi kerja) dengan aspek-aspek yang berkaitan
dengan perilaku kerja sebagai variabel dependen. Lebih lanjut, adalah pandangan
bahwa permasa lahan untuk meningkatkan perilaku efektif dan performansi kerja
suatu organisasi bersifat kontekstual. Uhlaner misalnya menyatakan bahwa
perilaku efektif dan performansi kerja tidak selalu merupakan efek kondisi yang
ada, berarti, perbaikan kinerja akibat diberlakukannya sistem insentif pada
suatu pekerjaan, mungkin akan tidak berhasil pada kelompok kerja dan pekerjaan
di tempat lain. Terakhir berkembang konsep sistem, yang memfokuskan suatu upaya
agar terjadi iriteraksi yang optimal antara manusia dengan teknologi perangkat
keras, sistem/prosedur dan organisasi di dalam suatu sistem kerja secara sinergi.
Dalam
model konseptual di atas tampak bahwa performansi manusia dalam bekerja sangat
dipengaruhi selain oleh variabel situasional (terdiri variabel-variabel kerja,
lingkungan serta organisasional) juga oleh variabel individual (kemampuan,
personaliti, pekerja dan pengalaman). Interaksi antara kedua inilah yang
menyebabkan perbedaan perilaku seseorang dibandingkan yang Iain di suatu tempat
kerja - dan pada akhirnya akan membedakan performansi dirinya dibandingkan
dengan lainnya. Variabilitas (biasanya berdistribusi normal) performansi
individual ini disebabkan oleh interaksi kombinasi faktor-faktor tersebut.
Identifikasi variabel situasional dan individual yang lebih rinci, dapat
dilihat pada gambar 3.2. Penilaku yang dapat menunjukkan adanya gejala-gejala
permasalahan psikologis di tempat kerja dapat berupa performance kerja (kuantitas,
kualitas, kefektifan, dan lainnya), absen, kemampuan visual, detak Jan fung, kecepatan
kerja, dsb. Jika nilai (v) dan bobot (w) setiap variabel individual dan
situasional ini diketahui, maka perilaku seseorang dapat dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut
B (wa x va) (wb x vb)
(wn x vn) k
Untuk
mendapatkan nilai performansi seseorang, dapat diperoleh melalui riset
psikologi. Umumnya dilaksanakan dengan metoda korelasi dan eksperimen (lihat
Gab 2). Hasil pengukuran atau pengetesan psikologi ini, Berdasarkan informasi
tentang penbedaan performansi individual ini, manajemen pensonalia dapat menggunakan
untuk keperluan penempatan personel, pelatihan, atau dasar untuk pemilihan rekruitmen
calon pekerja.
RUANG UNGKUP PSIKOLOGI INDUSTRI
Dalam
pembahasan Psikologi Industri, sistem kerja dipandang sebagai sistem
manusia-mesin dimana selalu terdapat interaksi antara manusia dengon obyek
fisik seperti mesin/peralatan, tiga jenis aktivitas kerja yang dilakukan
manusia dalam sistem manusia-mesin yaitu aktivitas kerja yang bersifat mental
psikologis, psikomotorik dan fisik fisiologis. Jenis aktivitas kerja tersebut
mempunyai tingkat intensitas yang berbeda-beda. Tingkat intensitas yang terlampau
tinggi memungkinkan pemakaian tenaga yang berlebihan, sebaliknya, tingkat
intensitas yang terlampau rendah memungkinkan timbulnya rasa jenuh atau rasa
bosan. Tingkat intensitas kerja yang optimum, umumnya dapat dilaksanakan
apabila individu tidak mengalami stress dan ketegongan, dan ketiga jenis
aktivitas kerja tersebut hanya aktivitas kerja mental-psikologis yang akan
dibahas dalam psikologi Industri.
Apa
yang terjadi dalam pada manusia pada dasarnya sama dengan apa yang terjadi pada
mesin. Ketika berinteraksi dengan mesin/peralatan, perlengkapan, dan fasilitas
kerja dalam suatu kondisi Iingkungan fisik tertentu, manusia menerima informasi
untuk kemudian diproses/diolah dan hasilnya berupa tindakan atau keputusan.
Informasi-informasi yang diterima tersebut akan disimpan dalam memori/otak.
bersambung ......
bersambung ......
Komentar
Posting Komentar